BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fenomena Naskh yang keberadaannya diakui oleh
mayoritas ulama,merupakan bukti terbesar, bahwa ada dialektika hubungan antara
wahyu dan realitas. Sebab naskh adalah pembatalan atau penggantian hukum, baik
dengan penghampusan, dan menghilangkan teks yang menunjuk hukum dari bacaan (
dengan tidak dimasukkan dalam kondifikasi al-qur’an ), atau membiarkan teks
tersebut tetap sebagai petunjuk adanya ‘hukum’ yang dimansukh.
Namun fenomina naskh dalam pemikiran agama yang
hegemoni dan dominan melahirkan dua problem yang dihindari untuk didiskusikan.
Pertama; problem bagaimana mengompromikan antara fenomina ini, dengan
konsekwensi yang ditimbulkannya, bahwa teks mengalami perubahan melalui naskh,
dengan keyakinan umum, bahwa teks sudah ada sejak zaman azali di lauwh
makhfudz? Kedua; ‘pengumpulan al-qur’an’ pada masa khalifah abu bakar. Antara
naskh dengan problem pengumpulan menjadi terkait dengan contoh-contoh yang
diketengahkan oleh ulama dapat menimbulakan kesan, bahwa sebagian dari
bagian-bagian teks telah terlupakan dari ingatan manusia.
2. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian nasikh mansukh?
2) Bagaimana latar belakang teori nasikh mansukh?
3. Tujuan
Mengetahui pengertian Naskh Mansukh,
dan latar belakang teori Naskh Masnsukh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nasikh dan Mansukh
Secara etimologi Nasikh mempunyai beberapa
arti antara lain;
1. Al-Izalah wa Al-i’dam ( menghapus / menghilangkan ) seperti dalam Q.S al-hajj;
52;
.....فينسخ ا لله ما يلقي ا لشيطان
...
(Dan allah menghilangkan apa yang di masukkan oleh syaithan itu.)
2. At-taghyir wa al-ibtal wa iqamah as-shai’ maqamahu ( mengganti / menukar ), sebagaimana Q.S
al-baqarah; 106 )
...ما ننسخ من اية أوننسها
نأت بخير منها أو مثلها....
(Ayat mana saja
yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami
datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang sebanding dengannya).
3. An-naql min kitab ila kitab( menyalin /mengutip ) sebagaimana dalam Q.S
al-jasiyah;29;
إنّا كنّا نستنسخ ما
كنتم تعلمون.........
(Allah berfirman ); inilah kitab ( catatan )
kami dalam menuturkan terhadapmu dengan benar sesungguhnya kami telah menyuruh
mencatat apa yang telah kamu kerjakan ”.
Makna yang paling relevan menurut menurut pandangan para pendukung adanya teori
dan konsep nasikh mansukh adalah dalam arti poin 2) at-taghyir wa al ibtal wa
iqamah ash-sha’i maqamahu ( mengganti / menukar ). Secara termonilogi nasikh
adalah;
النسخ رفع الحكم
الشرعي مع التراخي علي وجه لولآه لكان الحكم الاول ثابتا
(mengganti hukum syara’ dengan memakai dalil syara’ dengan adanya tenggang
waktu,dengan catatan kalau sekiranya tidak adanya nasikh itu tentulah hukum
hukum yang pertama tetap berlaku).
Contoh kewajiban hukum yang tertuang dalam Q.S
al mujadalah 12
ياايهاالذين امنوا إذا
نجيتموالرسول فقدّموا بين يدي نجويكم صدقة,ذالك خيرلكم واطهر,فإن لم تجدوا فإن
الله غفوررحيم.
)hai orang-orang yang beriman apabila kamu
mengadakan pembicaraan khusus dengan rasul hendaklah kamu mengeluarkan
sedekah (kepada orang miskin) sebelum
pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih,
jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya allah maha pengampun lahi
maha penyayang ).
Dengan adanya
kebebasan yangdi tawarkan dalam Q.S al-mujadalah 13;
ءأشفقتم أن تقدّموابين
يدي نجويكم صدقت، فإن لم تفعلواوتاب الله عليكم فاقيمواالصّلاوَة واتواالزكاة
واطيعواالله ورسولوه،والله خبيربما تعملون.
(apakah
kamu takut akan menjadi (miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum
pembicaraan dengan rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan allah telah
memberi taubat kepadamu maka dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada allah dan rasulnya,dan allah
maha mengetahui apa yang kamu lakukan).
Maka tidak lagi wajib
hukum yang tertuang dalam ayat sebelumnya. Nasikh secara terminologi tersebut diatas
memiliki dua konotasi yaitu 1. Hukumsyara’ atau dalil syara’ yang mengganti
dalil syara’ yang mendahuluinya. Seperti contoh di atas. 2. Hanya Allah yang berhak mengganti, sebagaimna firman Allah dalam Q.S al-An’am;57.
إن الحكم إلا لِلّه،يقصّ
الحق،وهو خيرالفصلين
(Menetapkan
hukum itu hanya hak Allah dia menerangkan yang sebenarnya dan dia
pemberi keputusan yang paling baik.)
Sedangkan Mansukh, secara etimologi berarti suatu yang
diganti. Secara terminologi berarti hukum syara’ yang menempati posisi
awal,yang belum diubah dan belum diganti dengan hukum syara’ yang datang
kemudian.
Arti Nasikh Mansukh Dalam Istilah Fuqaha’ yaitu;
1.
Membatalkan hukum yang telah diperoleh dari
nas yang terdahulu dengan suatu nas yang baru datang seperti cegahan terhadap
ziarah kubur oleh Nabi, lalu Nabi memperbolehkannya.
2.
Mengangkat nas yang umum, atau membatasi
kemutlakan nas, seperti
-Q.S.al-Baqarah;228:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ.......
(dan wanita-wanita yang ditalak hendaklah
(menunggu) tiga kali quru’)....
-Q.S.al-Ahzab;49:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ
ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ
مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلا
(Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan
mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas meeka
‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya).
3.
Contoh
mengangkat/menghilangkan
yang umum, seperti
-Q.S.al-Maidah;3
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
(Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah).
-Q.S.al-An’am:145;
قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ
يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ
خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ
اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
(Katakanlah: “Tiada aku peroleh dalam wahyu
yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau
daging babi—karena semua itu kotor—atau binatang yang disembelih atas nama
selain Allah. Barang siapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun,
lagi Maha Penyayang”).
Nas yang pertama mengenai segala jenis darah
(mutlaq). Nas yang kedua membatasinya yaitu darah mengalir. Syarat-syarat
Nasikh:
a)
Hukum yang di mansukh harus berupa hukum
syara’ (bukan hukum akal dan juga bukan hukum produk manusia) yakni perintah
allah dan rasulnya yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf,baik
wajib,haram,makruh atau mubah, dan dalil yang mengganti (nasikh) juga harus
berupa dallil syara’.
b)
Adanya dalil baru yang mengganti (nasikh)
harus setelah ada tenggang waktu dari dalil hukum yang pertama (mansukh).
c)
Antara dua dalil nasukh dan mansukh atau
antara dalil 1 dan dalil 2 tersebut harus ada pertentangan yang nyata
(kontradiktif).
d)
Dalil yang mengganti (nasikh) harus bersifat
mutawatir. Karena dalil dan ketetapan hukumnya telah terbukti secara pasti,
maka tidak di nasikh kecuali oleh hukum yang terbukti secara pasti pula.
B. Kontrofeversi tentang adanya Nasikh-Mansukh dalam Al-Qur’an
Latar belakang timbulnya naskh mansukh dalam Islam antara
lain:
1) Timbulnya isu nasikh mansukh dalam as-sunnah.
2) Para sahabat menggunakan istilah nasikh mansukh dalam al-Qur’an. Dan yang
dikehendaki adalah pentakhsisan dari yang ‘am, pentaqyidan dari yang mutlaq,
dan pentafsilan dari yang mujmal.
3) Adanya ayat-ayat yang sepintas lalu menunjukkan gejala kontradiksi.
Tanggapan atas teori Nasikh Mansukh tersebut,
maka dapat diklasifikasikan kedalam empat kelompok, atas dasar penggunaan makna
etimologi maupun terminologi.
1.Menggunakan makna رفع الحكم الشرعي بدليل شرعي(menghapus suatu hukum syara’ dengan dalil syara’).
2. Menggunakan makna at-Tabdil (pergantian/penukaran/pemindahan ayat
hukum ditempat ayat hukum yang lain). Dalam arti bahwa semua ayat Al-Qur’an
tetap berlaku, tidak ada kontradiksi, yang ada hanya penggantian hukum bagi
masyarakat atau orang tertentu, karena kondisi yang bebeda. Dengan demikian,
ayat hukum yang tidak berlaku baginya/mereka, tetap berlaku bagi orang lain
yang kondisinya sama dengan kondisi mereka semula.
3. Bermakna penagguhan hukum, sebagaimana pendapat az-Zarkasyi yang menyatakan
bahwa setiap perintah yang datang wajib kita ikuti, disaat kita memperoleh illat,
dan bila illatnya hilang
(
الحكم يدور مع علّته وجودا وعدما)
maka kita boleh berpindah pada hukum yang lain.
Pendapat ini diikuti oleh Quraisy Shihab.
4. Menggunakan / mengidentikkan dengan Takhsis.
C. Problematika Naskh Mansukh
Persamaan dan Perbedaan Nasikh dengan Takhsis:
Persamaanya:
1)
Sama-sama
memberi batasan suatu ketentuan hukum. Naskh memberi batasan waktu,
sedangkan Takhsis memberi batasan materi.
2)
Sama-sama
memberi batasan berlakunya suatu ketentuan hukum syara’.
3)
Sama-sama berupa dalil syara’.
Perbedaanya:
1) Lafal ‘am setelah ditakhsis menjadi samar jangkauannya,
karena bentuknya masih tetap umum. Sedangkan lafal dalil yang dimansukh
sudah tidak berlaku lagi, sehingga sudah jelas jangkauannya telah terhenti.
Contoh; ketentuan Q.S.al-Mujadalah: 12 tidak berlaku lagi karena telah ada
ketentuan baru dalam Q.S.al-Mujadalah: 13.
2) Ketentuan hukumnya sejak semula sudah dikecualikan dengan takhsis,
sedang hukum yang dimansukh pada mulanya dikehendaki dan diberlakukan
untuk beberapa saat. Tetapai setelah ada perubahan situasi dan kondisi yang
terjadi, maka ketentuan hukumnya dimansukh. Contoh (takhsis); Q.S.al-’Asr:,
لاَ يَحِلُّ لَكَ النِّسَآءُ مِن بَعدُ وَلآ أَن تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِن
أَزوَجٍ ولو أعجبك حسنهنّ إلاّ ما ملكت يمينك. وكا ن الله على كلِّ شيءٍ رَّقيباً
.
Tidak halal bagimu mengawini
perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan
isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali
perempuan-erempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha
Mengawasi segala sesuatu.
Larangan kawin bagi Nabi Muhammad SAW telah
dilarang, dan telah berlaku beberapa waktu lamanya, tetapi karena sering
terjadi peperangan yang menyababkan banyaknya sahabat yang gugur, sehingga
banyak janda yang terlantar, maka turunlah ayat yang menasikhnya, yaitu
(mansukh) Q.S.al-Ahzab:50;
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللاتِي آتَيْتَ
أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ
عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالاتِكَ اللاتِي
هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ
إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ وَكَانَ اللَّهُ
غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi,
sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu
berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang
kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian
pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan
dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki
ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah
bersama kamu dan perempuan mu’min yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau
Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang
mu’min. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibka kepada mereka
tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak
menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
3) Nasikh membatalkan kehujjahan hukum yang dimansukh, sedangkan takhsis
tidak membatalkan, melainkan hanya membatasi jangkauannya saja, sedang
ketentuan hukumnya tetap berlaku bagi yang tidak dikecualikan dengan
pembatasan.
4) Nasikh tidak dapat terjadi kecuali dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedang takhsis
bisa saja terjadi dalam dalam Al-Qu’an, As-Sunnah, ataupun hukum lain di luar
keduanya.
5) Naskh itu dalil nasikhnya harus datang kemudian setelah ketentuan dari
dalil yang pertama itu berlaku terlebih dahulu, lalu dihapuskan. Sedang dalam takhsis,
dalil yang men-takhsis (mukhassis)nya boleh datang bersamaan
dengan dalil yang di-takhsis.
Cara Mengetahui Adanya Nasikh dan Mansukh
Syarat yang harus dilakukan ketika menentukan
terjadinya nasikh dan mansukh yaitu:
1. Bila ada dua ayat hukum yang nampak saling kontradiksi dan tidak dapat
dikompromikan.
2. Harus diketahui secara meyakinkan perurutan turunnya ayat-ayat tersebut, sehingga
ayat yang terlebih dahulu ditetapkan sebagai mansukh, dan ayat yang
turun kemudian sebagai nasikh.
Ada tiga cara
untuk mengetahui untuk mengetahui ketentuan dalil yang terdahulu turun dan yang
turun kemudian. Yaitu:
a) Dalam salah satu dalil, nasnya harus ada yang menentukan turunnya lebih belakangan dari dalil yang lain. Contoh dalam Q.S.al-Anfal:66;
آلئن خفّف اللهُ عنكم وعلم أنّ فيكم ضعفًا . فاإن يكن مّنكم مّائة
صابرةٌ يغلبوا ماْئتينِ . وإن يكن مّنكم ألفٌ يغلبوا ألفين بإذن الله . والله مع
الصّبرين .
Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah
mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika diantaramu seratus orang yang
sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika diantaramu
ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat menglahkan dua ribu orang
dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.
Dari ayat ini diperoleh indikasi dari kata آلئن خفّف اللهُ عنكمbahwa ayat tersebut datang sesudah Q.S.al-Anfal:65;
يَآء يُّها النّبيّ حرض الموء منين على القتالى
. إن يكن مّنكم عشرون صَبرون يغلبوا مِا ئتين . وإن يكن مّنكم مّا ئةٌ يّغلبوا
ألفًا مّن اللذين كفروا بأنّهم قومٌ لاّ يفقهون .
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’min itu untuk
berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang
sabar) diantaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir,
disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.
b) Harus ada kesepakatan (konsensus) ijma’ para imam dalam suatu masa yang
menetapkan bahwa salah satu dari dua dalil itu datang lebih dahulu dan yang
lain datang kemudian.
c) Harus ada riwayat sahih dari salah satu seorang sahabat menentukan
mana yang datang terlebih dahulu dari kedua dalil nas yang saling bertentangan
tadi.
D. Macam dan Hikmah Nasikh Mansukh
Macam Naskh,
Naskh memiliki tiga pola, antara lain:
1. Ayat yang teksnya dinaskh, namun hukumnya tetap berlaku. Seperti
hukum rajam dari riwyat Umar bin khattab dan Ubai bin Ka’ab:
كان فيمآ أنزل من القرآن الشيخ و الشيخة إذا
زنيا فار جموهما البتة نكا لا من الله.
Termasuk bagian hukum yang pernah tertuang dalam
Al-Qur’an adalah apabila seorang laki-laki dan perempuan yang telah sama-sama
punya istri dan suami melakukan perzinaan, maka hukumlah mereka sebagai hukuman
dari Allah swt.
Hikmah dari pola ini adalah untuk menguji
sejauh mana kualitas ketaatan umat islam dalam kepasrahannya mengabdikan diri
kepada hukum Allah berdasarkan dugaan tanpa menunggu dalil qat’i, sebagaimana
yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s ketika menerima perintah menyembelih
melalui mimpi, padahal mimpi merupakan sarana pewahyuan yang paling rendah.
Kelemahan pola ini:
a) Hukum syara’ akan (berkemungkinan) berubah menjadi misteri-misteri yang
hanya diketahui oleh kalangan tertentu.
b) Bagaimana mungkin bisa terjadi naskh tanpa ada nasikh
(pengganti) (Q.S.al-Baqarah:106).
مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا
أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ayat mana saja
yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan lupa kepadanya, Kami datangkan yang
lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu?
2. Ayat yang hukumnya dinaskh namun teksnya masih tetap. Inilah
satu-satunya pola yang disepakati. Dasar pertimbangan naskh adalah
kronologi turunnya, bukan urutan pembacaanya. Contoh Q.S.al-Baqarah: 240 (mansukh);
والّذين يتوفّون منكم ويذرون أزوجًا وصيّةً لاِّءزوجهم
متعًا إلىَ الحولِ غير إخراجٍ . فإن خرجن فلا جُناحَ عليكم فى أنفسهنّ من معروفٍ .
واللهُ عزيزٌ حكيم .
Dan orang-orang akan meninggal dunia diantaramu dan
meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi
nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan
tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau
waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri
mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Yang menaskh adalah Q.S.al-Baqarah:234;
والّذين يتوفّون منكم ويذرون أزوجًا يتربّصن
بأنفسهنّ أربعة أشهرٍ وعشرًا . فإذا بلغن أجلهنّ فلا جناح عليكم فيما فعلن فى
أنفسهنّ بالمعرؤف . والله بما تعملون خبير.
Orang-orang meninggal dunia diantaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya
(ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis ‘idahnya,
maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri
mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
Hikmah dibalik pola ini bukan hanya
mengingatkan nikmat dan menghapuskan kesulitan, tetapi juga sebagai penangguhan
hukum karena faktor-faktor yang mengharuskannya tidak ada.
3. Ayat yang teks dan hukumnya sekaligus dinaskh
Dalil yang menunjukkan terjadinya pola ini adalah hadist sama’i
yang bersumber dari Aisyah H.R. Muslim;
كان فيمآ أنزل عشرر ضا عا ت معلومات يحرمن, بخمس
معلومات فتوفى فتوفى رسول الله صلى الله عليه وسلم وهن مما يقرأ من القرآن .
Pernah diturunkan ayat tentang hukum 10 kali susuan yang
ditentukan, maka ia menyebabkan menjadi muhrim, lalu ia diganti hukumnya dengan
5 kali susuan yang ditentukan, lalu Rasulullah saw wafat. Hukum tersebut pernah
menjadi bagian dari yang terbaca dalam Al-Qur’an.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa riwayat tersebut
termasuk ahad.
Hikmah Naskh
Mansukh
1) Bagi yang memberikan makna penangguhan, fungsi naskh adalah
penahapan dalam tasyri’ dan pemberian kemudahan/keringanan/kemudahan.
2) Bagi pendukung konsep nasikh mansukh
a). Hikmah nasikh secara umum
1. Untuk menunjukkan bahwa syari’at islam adalah syari’at yang paling
sempurna.
2. Selalu menjaga kemaslahatan umat manusia.dan hal ini akan berubah atau
berbeda akibat perbedaan waktu dan tempat, sehingga apabila suatu hukum yang
diundangkan pada suatu waktu karena adanya kebutuhan yang mendesak (ketika itu)
kemudian kebutuhan tersebut berakhir, maka suatu tindakan bijaksana apabila ia
dinasikh (diganti) dengan hukum yang sesuai dengan waktu dan tempat,
sehingga ia menjadi lebih baik dari hukum semula atau sama dari segi manfaatnya
untuk hamba-hamba Allah.
3. Untuk menjaga agar perkembangan hukum islam selalu relevan dengan semua
situasi dan kondisi umat yang mengamalkan dan mengaktualkan.
4. Untuk menguji kualitas keimanan umat manusia.
5. Untuk menambah kebaikan bagi umat manusia yang mau mengamalkannya dalam
segala kondisinya.
6. Untuk memberi despensasi dan keringanan bagi umat manusia.
b). Hikmah nasikh tanpa pengganti
Seperti pola naskh dalam
Q.S.al-Mujadalah:12 (mansukh)
Oleh Q.S.al-Mujadalah:13 (nasikh).
Hikmahnya antara lain untuk menjaga kemaslahatan umat manusia.
c). Hikmah naskh dengan pengganti yang
seimbang. Seperti menasikh ketentuan menghadap kiblat ke Baitul Maqdis
di Palestina dalam Q.S.al-Baqarah:144;
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ
قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا
كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا
يَعْمَلُونَ
sungguh Kami sering melihat mukamu menegadah
ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil
Haram itu adalah benar dari Tuhanny; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari
apa yang mereka kerjakan.
d). Hikmah naskh dengan pengganti yang
lebih berat. Seperti Q.S.an-Nisa’:15 (hanya memberi hukuman kurungan);
وَاللاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا
عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ
حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلا
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan
keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya).
Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka
(wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai
Allah memberi jalan yang lain kepadanya.
Yang dimansukh dengan Q.S.an-Nur:2;
Perempuan yang berzina dan laki-laki yamg berzina, maka
deralah tiap-tiap seseorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah.
e)-Hikmah naskh dengan pengganti yang lebih
ringan. Seperti menaskh Q.S.al-Anfal:65, yang menentukan rasio tentara
islam dengan tentara musuh dengan 1:10, diganti dengan Q.S.al-Anfal: 66, yang
mengubah rasio itu hanya tinggal 1:2 saja.
Hikmahnya antara lain untuk memberi dispensasi kepada
umat manusia agar mereka merasakan kemurahan Allah.